Pesta Raya FLOBAMORATAS (PRF) Tahun 2023 kembali digelar di Kupang, pada 3 – 4 November 2023, bertempat di Kupang Waterpark, Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, Kupang. Pesan kunci PRF tahun ini adalah “Semangat Flobamoratas tanpa batas dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”. Festival yang diinisiasi oleh aliansi Voices for Just Climate Action (VCA) sebagai salah satu upaya meng-amplifikasi suara masyarakat sipil untuk memperluas diskursus aksi iklim solutif di tingkat lokal dan nasional. FLOBAMORATAS merupakan akronim dari Flores, Sumba, Timor, Alor, Rote, Lembata, dan Sabu yang merupakan nama-nama pulau di Nusa Tenggara Timur. Peserta dan pengisi acara di festival ini berasal dari seluruh wilayah NTT. Festival ini direncanakan akan diselenggarakan setiap tahun supaya narasi dan kampanye aksi iklim selalu bergaung dari NTT untuk Indonesia bahkan global.
Hadir dalam acara ini adalah Perwakilan Koalisi KOPI, Koalisi SIPIL dan Koalisi Pangan Baik dan Koalisi Adaptasi.
- Daerah Hulu Tanggedu dengan Air Terjun Kakaruk Loku-nya menjadi sumber air bagi pertanian dan bagi ternak di padang sabana dan saat ini masyarakat Tanggedu melalui POKDARWIS Kakaruk Loku, telah menata dan mengelola air Terjun Tanggedu sebagai lokasi wisata yang dikelola dengan konsep Community Based Tourism (CBT).
- Hutan Adat Lahimbi sebagai yang dijaga oleh masyarakat adat untuk menyediakan stok pangan (tanaman ubi gadung) bagi masyarakat Mondu, Tanggedu dan sekitarnya yang hanya bisa dimanfaatkan pada musim paceklik dengan ketentuan, pertama, Pengambilan ubi gadung harus didahului dengan upacara adat; kedua, pengambilan ubi gadung hanya dibolehkan selama 3 (tiga) hari; ketiga, pada hari yang ke-empat, masyarakat wajib menanam kembali umbi kecil dari umbi gadung; keempat, Pengambilan ubi gadung setelah hari ke-empat (pasca waktu yang ditentukan secara adat) merupakan pelanggaran.
- Padang Savana sebagai lokasi pengembalaan ternak besar (kerbau.kuda sapi) dan ternak kecil (kambing) yang memiliki nilai penting, sebagai sumber alternative mata pencaharian, sebagai bahan dalam pelaksanaan adat-istiadat termasuk menjadi sumber protein hewani masyarakat.
- Lahan pertanian di pinggir DAS Mondu, sebagai sumber pangan masyarakat dan dalam budaya masyarakat sumba di lokasi inilah terdapat Rumah Kebun (Uma Woka), Rumah Kebun dibedakan dengan Rumah di Kampung (Uma La Parengu) sebagai pusat aktivitas kehidupan masyarakat adat Sumba.
- Pantai Kapihak, tempat bermuara Sungai Mondu merupakan lokasi nelayan tradisional mencari ikan, kerang dan kepiting, sebagai sumber alternatif pendapatan dan pemenuhan kebutuhan gizi keluarga.
Pada PRF kali ini Koalisi Adaptasi, Menghadirkan Kristian H. Wali, perwakilan pemuda adat dari Kambata Wundut-Lewa, Aryani Newa Humba, Perwakilan Perempuan Adat dari Desa Mondu dan Umbu Tay Pangga Praing selaku tokoh Masyarakat Adat Tanggedu yang menjadi narasumber utama tentang praktik kearifan lokal masyarakat adat dalam mengelola dan memafaatkan Sumber Daya Alam pada bentang alam Tanggedu-Mondu. Umbu Tay Pangga Praing atau yang biasa disapa Umbu Bakul secara tegas mengatakan bahwa “Kami masyarakat adat Mondu dan Tanggedu mempunyai cara menjaga dan memanfaatkan kekayaan alam yang kami miliki. Cara itu sudah dilakukan secara turun temurun, dari jaman nenek moyang kami, Di hutan, di kali (sungai), air terjun, mata air, padang penggembalaan, kebun, sawah, mondu (lahan di daerah aliran sungai) dan pesisir pantai semua punya tata cara pemanfaatan yang diatur lewat aturan adat, karena kami beranggapan bahwa manusia dengan alam harus hidup harmonis”.